TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENEGAKKAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)
TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP
PENEGAKKAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)
PENDAHULUAN
Hak
asasi manusia menurut isi Piagam Hak Asasi Manusia pada alenia kedua
menjelaskan bahwa Hak dasar yang secara kodrati sebagai anugrah Tuhan Yang Maha
Esa yang melekat dan dimemiliki setiap manusia, bersifat universal dan abadi,
meliputi hak hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak kemerdekaan,
hak berkomonikasi, hak keamanan dan kesejahtraan oleh karena itu harus
dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi,
atau dirampas oleh siapapun.
Nagara,
pemerintah atau organisasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan
melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa terkecuali. Ini berarti
bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak dadn tujuan dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsas, dan bernegara. Dalam
penjelasan umum Undang-Undang No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,
menyatakan bahwa sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai
penderitaan, kesengsaraan, dan kesenjangan sosial, yang yang disebabkan oleh
prilaku yang tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnis, ras, warna, kulit,
budaya, agama, bahasa,jenis kelamin, golongan, dan status sosial yang lain.
Prilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi
manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap
warga negara atau sebaliknya ) maupun harizontal (antara warga negara sendiri )
dan tidak sedikit yang masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Kewajiban
dan tanggung jawab negara dalam penegakkan HAM terutama dibidang sipil dan
politik, peran negara masih sangat dipertanyakan hal ini dapat dilihat dengan
masih banyaknya pelanggaran terhadap hak-hak dibidang sipil yang menyangkut hak
hidup, hak warga negara, hak mengembangkan diri, hak wanita dan hak-hak
anak-anak. Dalam bidang politik pun yang mencakup hak turut serta dalm
pemerintahan, hak mengeluarkan pendapat atau pikiran serta hak untuk berserikat
masih saja terjadi pelanggaran.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Masalah
penegakkan HAM telah menjadi agenda penting dan strategis dalam perkembangan
demokratisasi di Indonesia. Pada satu sisi, penegakkan HAM berkenaan dengan
meningkatnya kesadaran demokrasi dikalangan masyarakt Indonesia akibat dari
mobilitas pendidikan, meningkatnya kehidupan ekonomi serta keterbukaan
informasi. Pada sisi lain, tuntutan penegakkan HAM juga dipercepat oleh arus demokratisasi
global yang menggejala sejak berahirnya Perang Dingin. Runtuhnya komunisme di
eropa timur telah menimbulkan mitos baru tentang apa yang disebut oleh Francis
Fukuyama sebagai “ berahirnya sejarah “ (the
End of History) yang ditandai oleh kemenangan akhir demokrasi liberal
diseluruh dunia terhadap seluruh paham ideologi politik.
Di
alinea 1 Pembukaan UUD 1945 menegaskan “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu
ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan”. Secara
langsung dengan adanya penegasan tersebut, Negara Indonesia dapat disebut
sebagai Negara hukum yang memiliki tanggung jawab untuk menjunjung tinggi,
menghormati, dan melakukan penegakan terhadap HAM yang melekat pada setiap
warga negaranya. Inilah bentuk kometmen para pendiri bangsa yang termaktub
dalam naskah dalam pembukaan UUD 1945, sebagai bentuk konsistensi dari
kewajiban Negara Hukum.
Maka
untuk menjembatani dua kelompok yang saling bersebrangan ini dicarilah suatu
pola yang secara relatif lebih dapat diterima oleh mereka yaitu dengan membuat
MPR yang mengatur tentang HAM. Setelah beberapa lama berlaku, maka lahir pula
UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-undang ini dipandang
sebagai Undang-Undang pelaksana dari ketetapan MPR No XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia. Sebagian besar UUD 1945
ini sebenarnya berasal dari rumusan UU yang telah disahkan sebelumnya, yaitu UU
No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Jika dirumuskan kembali, maka
meteri yang sudah diadopsikan kedalam rumusan UUD 1945 tersebut mencakup 27 meteri. Jika ke 27
ketentuan yang yang sudah diadopsikan kedalam UUD diperluas kedalam elemen baru
yang bersifat menyempurnakan rumusan yang ada, lalu dikelompokkan kembali
sehingga mencakup ketentuan-ketentuan baru yang belum dimuat didalamnya, maka
rumusan Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Dasar dapat mencakup empat
kelompok meteri sebagai berikut:
1)
Kelompok
Hak Hak Sipil yang dapat dirumuskan menjadi:
a.
Setiap
orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya.
b.
Setiap
orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau penghukuman llain yang
kejam, tidak manusiawi danmerendahkan martabat kemanusiaan.
c.
Setiap
orang berhak untuk bebas dari segala bentuk perbudakan.
d.
Setiap
orang berhak untuk memeluk dan beribadah menurut agamanya.
e.
Setiap
orang berhak untuk bebas memiliki keyakinan, pikiran dan hati nurani.
f.
Setiap
orang berhak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum.
g.
Setiap
orang berhak untuk perlakuan yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan.
h.
Setiap
orang berhak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
i.
Setiap
orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.
j.
Setiap
orang berhak akan status kewarganegaraan.
k.
Setiap
orang berhak untuk bebas bertempat tinggal diwilayah negaranya, meninggalkan
dan kembali kenegaranya.
l.
Setiap
orang berhak untuk bebas dari segala bentuk perlakuan diskriminatif dan berhak
mendaptkan perlindungan hukum dari perlakuan yang bersifat diskriminatif
tersebut.
2)
Setiap
orang berhak memperolah suaka politik
Sebagaimana
telah manjadi pengetahuan umum dikalangan Serjana Hukum sampai dengan
perkembangannya sa’at ini, yang menjadi subjek hukum intenasional yaitu Negara,
Tahta Suci (vatican ), Palang Merah
Internasional, Organisasi Internasional , Orang perorangan ( individu), dan
pihak dalam sengketa. Namun dari kelima subjek hukum internasional tersebut,
negara merupakan pelaku utama dalam hukum internasional, dalam pengertian bahwa
hukum internasional mengatur Hak-Hak dan kewajiban yang diemban oleh suatu
negara yang berasal dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian
internasional.
Sebagi pengangku
hak dan kewajiban, maka pembentukan suatu negara haruslah memenuhi unsur-unsur
konstitutif yang meliputi :
a.
Adanya penduduk yang
tetap
b.
Adanya wilayah
tertentu
c.
Adanya pemerintahan,
dan
d.
Adanya kedaulatan/
kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara-negara lain.
Dengan terpenuhinya unsur konstitutif tersebut,
maka suatu negara dapat melakukan perbuatan hukum sesuai dengan hak dan
kewajiban yang diembannya. Pada dasarnya negara dapat bertanggung jawab bila
mana suatu perbuatan atau kelalaian yang dapat dipertautkan kepadanya
melahirkan pelanggaran terhadap suatu kewajiban internasional, baik yang lahir
dari perjanjian internasional ataupun dari sumber hukum internasional lainya.
Tanggung jawab negara merupakan suatu prinsip
fundamental dalam hukum internasional yang bersumber dari doktrin kedaulatan dan
persamaan hak antar negara. menurut hukum internasional, pertanggungjawaban
negara timbul dalam hal suatu negara merugikan negara lain.
pertanggungjawaban negara dibatasi pada pertanggungjawaban atas
perbuatan melanggar hukum internasional. Perbuatan suatu negara yang merugikan
negara lain tetapi tidak melanggar hukum internasional, tidak menimbulkan pertanggungjawaban
negara. Misalnya perbuatan negara yang menolak masuknya orang asing kedalam
wilayahnya, tidak menimbulkan pertanggungjawaban negara. Hal ini disebabkan,
negara menurut hukum internasional berhak menolak atau menerima orang asing
kedalam wilayahnya. Hukum internasional tentang tanggung jawab Negara adalah
hukum internasional yang bersumber pada hukum kebiasaan internasional. Ia
berkembang melalui praktik negara-negara dan putusan-putusan pengadilan
internasional. Sesuai dengan ketentuan Pasal 38 Ayat 1 Statuta Mahkamah
Internasional (international Court of
justice), praktik demikian akan semakin memperkuat kedudukan hukum
kebiasaan internasional yang mengatur tentang pertanggungjawaban negara sebagai
sumber primer hukum internasional.
Pertanggungjawaban
negara tersebut dapat dilihat dalam UDHR 1948, ICCPR 1966 ( International Covenant on Civil and Political Rights ), serta
ICESCR 1966 ( International Covenant on
Economic, social ind Cultural rights. Maka terlihat jelas bahwa penegakan
HAM adalah tugas dari semua bangsa ddadn negara yang sama sekali bukan
dumaksudkan untuk menciptakan kondisi yang sangat edial bagi seluruh bangssa,
melainkan menjadi standar umum yang mungkin dicapai oleh seluruh manusia dan
oleh seluruh negara di dunia. Ketentuan-ketentuan yang memberikan jaminan
konstitusional terhadap hak-hak asasi manusia itu sangat penting dan bahkan
dianggap salah satu ciri pokok dianutnya prinsip negara hukum disuatu negara.
Namun disamping hak-hak asasi manusia, harus pula dipahami bahwa setiap orang
memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang juga bersifat asasi. Setiap orang,
selama hidupnya sejak sebelum kelaahiran, memiliki hak dan kewajiban yang
hakiki sebagai manusia.
Bahkan ada
kecondongan, pemerintah lebih banyak bergerak ditataran legal-formal atau
berhenti pada aspek normatif/ politisnya, sementara aspek praktisnya tertinggal
dibelakang. Hal ini dibuktikan hampir semua kasus pelanggaran HAM berat yang
terjadi dari 27 Juli hingga Mei 1998, sampai sekarang tidak berani ditindak
lanjuti oleh pemerintah. Pemerintah justru terkesan ragu melakukan pengusutan
kasus-kasus dalm ranah HAM.
KESIMPULAN
Prinsip
tanggung jawab negara memiliki kaitan erat dangan HAM. HAM yang dewasa ini
telah diatur dalam hukum HAM internasional, pada awalnya dikembangkan melalui
prinsip tanggung jawab negara atas perlakuan terhadap orang asing (state responsibility for the treatment of
aliens). Dalam konteks penegakkan HAM , negara juga merupakan pengemban
subjek hukum utama. Negara diberikan kewajiban melalui deklarasi dan
kovenan-kovenan Internasional tentang HAM sebagai idintitas utama yang
bertanggung jawab secara penuh untuk melindungi, memajukan serta menegakkan
HAM.
Penegakkan HAM di Indonesia sebenarnya sudah disinggung oleh
para founding father Indonesia dalam merumuskan naskah Undang-Undang Dasar
(UUD) Republik Indonesia 1945. Namun dalam tahapan implementasinya, komitmen
formal pemerintah pada persoalan penegakkan HAM tidak dapat berjalan dengan
baik. Karena setiap instrument Internasional tentang HAM mendefinisikan
tanggung jawab pemerintah/ negara, tidak serta merta dilaksanakan dengan
sepenuhnya.
Comments
Post a Comment